Anatomi Emosi

Beberapa saat yang lalu saya memfasilitasi pelatihan dua hari; Total-Mind Learning di satu sekolah di kawasan Jakarta. Para peserta kebanyakan merupakan praktisi pendidikan, guru dan orang tua. Banyak hal menarik yang terjadi selama pelaksanaan pelatihan, diantaranya adalah ketertarikan peserta pada isu yang berkenaan dengan emosi. Mulai dari peranan emosi dalam pembelajaran, mekanisme pengendalian emosi hingga kecerdasan emosional. Untuk lebih menyempurnakan penjelasan yang saya berikan saat pelatihan adalah tujuan dari artikel ini dibuat. Kali ini pendekatan saya sedikit klinis yang saya sarikan dari berbagai sumber. Namun seperti biasa, saya usahakan penjelasan pada artikel ini sangat membumi dengan meminimkan penggunaan istilah-istilah asing kecuali untuk penjelasan anatomi otak.

Untuk menjelaskan emosi secara tidak emosional, penting kiranya saya masuk ke dalam struktur otak karena emosi erat kaitannya dengan pikiran. Di otak, bagian yang sangat berkenaan langsung dengan emosi adalah amygdala (bahasa latin untuk almond) karena bentuknya yang hampir menyerupai kacang almond.

amygdala, komponen utama penghasil emosi

Otak manusia memiliki dua amygdala yang ukurannya relatif lebih besar dibandingkan primata lainnya. Adapun neuroscientist yang pertama kali menemukan fungsi amygdala pada fungsi emosional dari otak manusia adalah Joseph LeDoux (Centre for Neural Science, New York University).

Pada binatang yang amygdala-nya diambil kehilangan motivasi untuk bersaing ataupun bekerja sama. Sebagai tambahan, hal ini mengakibatkan pula binatang kehilangan pengenalan posisinya pada kelompoknya. Sehingga menjadi sangat pasif pada kelompoknya.

amygdala dapat mengorkestrasikan emosi secara independen, terlepas dari peranan neo cortex. LeDoux menyatakan bahwa amygdala juga berperan pada pembentukan memori yang identik dengan emosi tertentu. Ia mendapatkan kesimpulan ini setelah melakukan eksperimen dengan tikus. Guna mencegah intervensi dari efek Pavlov (fenomena anjing yang mengidentikan suara bel dengan saat makan), LeDoux menghancurkan auditory cortex dari tikus tersebut, sehingga ia tidak dapat mempelajari suara yang diperdengarkan. Lalu tikus tersebut diberikan dipaparkan dengan suara yang kemudian diasosiasikan dengan kejut listrik. Hasil eksperimennya memberikan hasil bahwa tikus tersebut tetap mampu mengenali suara bel, hal ini didasarkan pada reaksi takut saat bel berbunyi. Tikus tersebut mengenali suara bel dengan mengandalkan sepenuhnya pada fungsi amygdala. Hal ini berarti, otak dapat mengingat emosi yang pernah dialami sebelumnya.

amygdala merupakan bagian otak yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan memori yang berkaitan dengan emosi. Pada individu yang amygdala-nya diambil untuk alasan medis, individu tersebut menjadi kurang tertarik pada individu lain.Walaupun ia masih dapat berkomunikasi dan menjalani berbagai tes kognitif, namun pengenalannya pada kerabat, teman bahkan ibunya menjadi sangat buruk. Ekspresinya untuk berbagai kondisi menjadi pasif. Pengenalannya pada kadar emosi dari suatu kejadian menjadi sangat minim. Kondisi ini disebut sebagai affective blindnness. Wajar saja jika individu ini tidak dapat menangis, karena untuk dapat menangis, amygdala perlu memicu struktur sekitarnya hingga dikeluarkan air mata.

Mengapa manusia menjadi irasional saat emosi

Pada saat seorang individu dilanda emosi, marah misalnya, besar kemungkinan ia melakukan tindakan yang irasional. Masih ingat berita di TV mengenai seorang pemuda yang lompat dari menara lantai 27 akibat putus cinta? Atau ingatkah anda pada kejadian terakhir kali anda marah dan berbagai keputusan atau tindakan yang anda lakukan saat itu? Apa pun tindakan atau keputusan yang diambil saat marah, pada kebanyakan kasus merupakan tindakan atau keputusan yang kurang optimal. Hal ini ditandai dengan penyesalan yang biasanya datang setelahnya.

Untuk mencegah hal itu terjadi pada anda, atau setidaknya agar anda dapat mengendalikan diri anda saat emosi, anda perlu memahami mekanisme apa yang terjadi saat anda sedang dilanda emosi.

Pada kondisi emosional, amygdala memegang peranan yang sangat menentukan. Hal ini disebabkan karena amygdala memindai semua informasi yang masuk melalui panca indra dengan satu pertanyaan yang sangat sederhana (bahkan primitif) seperti, “Apakah ini merupakan hal yang saya benci?”, “Saya takuti?” dan lainnya. Jika jawaban atas pertanyaan tersebut “ya”, maka tahap selanjutnya amygdala mengirimkan sinyal ke semua bagian otak untuk siaga. Dari penjelasan ini, dapt dibuat analogi bahwa amygdala merupakan bagian yang menyalakan alarm yang ketika terjadi suatu kejadian langsung menghubungi pemadam kebakaran, ambulan, Pol. PP dan lainnya.

Ketika terjadi suatu kejadian yang memicu emosi, katakanlah misalnya takut, terjadi kemudian adalah amygdala mengirim pesan ke semua bagian dari otak sehingga memicu dikeluarkannya hormon yang berkenaan dengan reaksi paling primitif, lawan atau lari. Hal ini dilakukan dengan cara memicu pusat pergerakan, mengaktifkan sistem kardiovascular, mensiagakan otot dan lainnya. Selain itu amygdala juga memicu dikeluarkannya neurotransmitter norepinephrine untuk meningkatkan reaksi dari area utama otak, sehingga panca indra menjadi lebih siaga. amygdala juga mengirim pesan ke batang otak sehingga memunculkan ekspresi takut, ketegangan, meningkatkan laju detak jantung yang meninggikan tekanan darah dan membuat nafas menjadi lebih cepat dan dangkal.

Penelitian yang dilakukan oleh LeDoux mengindikasikan bahwa aliran informasi yang diterima dari panca indra terpecah menjadi dua jalur. Satu jalur menuju ke thalamus berlanjut ke neo cortex, sementara jalur yang lain mengarah ke amygdala. Jalur langsung dari thalamus ke amygdala terdiri atas rangkaian neuron yang jumlahnya lebih sedikit dibandingkan pada jalur yang menghubungkan thalamus dengan neo cortex. Sebagai ilustrasi pada tikus, rute antara thalamus ke neo cortex panjangnya dua kali lebih panjang dibandingkan rute dari thalamus ke amygdala. Informasi dari thalamus ke amygdala dapat bergerak dalam satuan 12/1000 detik (lebih singkat dari pada satu nafas). Arsitektur ini yang memungkinkan amygdala dapat merespon lebih cepat (sangat kilat) bahkan sebelum neo cortex menerima dan mengenali keseluruhan informasi yang dikirim dari thalamus.

amygdala sangat dibutuhkan utamanya ketika anda harus bereaksi cepat. Bayangkan ketika rumah anda kebakaran, tantu anda langsung bergerak melakukan hal yang perlu dilakukan dibandingkan menganalisa apa yang sebenarnya tengah terjadi. Ketika amygdala tengah memicu munculnya reaksi cepat yang impulsif, bagian lain dari otak emosional membenarkan kondisi tersebut. Bagian lain yang membenarkan kondisi reaksi impulsif tersebut adalah prefrontal lobes yang terletak tepat di belakang kening anda. Prefrontal cortex bekerja ketika anda berada pada kondsi emosional, sehingga anda tetap dapat mengatur respon, walaupun sedang berada pada kondisi emosional.

Dari thalamus sebagian besar informasi mengalir ke neo cortex dibandingkan ke amygdala. Bagian yang mengatur aliran informasi tersebut adalah prefrontal lobes. Ketika ada suatu kejadian yang tidak diinginkan, prefrontal lobes melakukan penimbangan untung-rugi atas respon yang akan dilakukan. Pada binatang, responnya sangat terbatas, lawan atau lari. Pada manusia alternatif responnya bisa lebih banyak, mulai dari lawan, negosiasi, diskusi, merayu, hingga lari. Sama seperti amygdala, ketiadaan prefrontal lobes membuat individu tidak memiliki aspek emosional pada hidupnya.

Itulah yang menyebabkan individu dapat merespon sedemikian cepat dan sigapnya tanpa sempat dipikirkan terlebih dahulu? Bayangkan, ketika saya menginjak kaki anda, tentu dengan sangat cepat anda akan merespon, mungkin marah, berteriak ataupun menampar saya.

Memori dan emosi

Pada artikel yang berkenaan dengan memori, saya telah menekankan eratnya kaitan antara emosi dan memori. Karena fokus artikel kali ini lebih mengarah pada emosi, maka pembahasan mengenai memori saya buat sesingkat mungkin dan yang berkaitan dengan emosi.

Emosi dan memori saling mempengaruhi satu sama lain, artinya emosi dapat mendatangkan kembali memori tertentu dan sebaliknya memori juga dapat memicu emosi tertentu. Hal ini tentunya mengindikasikan betapa strategisnya peranan emosi pada keberhasilan pembelajaran individu. Untuk menjamin keberhasilan belajar siswa, contohnya, ia perlu dibekali dengan kemampuan mengenai manajemen emosi (lebih besar konteksnya dibandingkan hanya sebatas pengendalian emosi).

Jika ditinjau dari segi anatomi otak, bagian yang berhubungan langsung dengan fungsi memori adalah hippocampus. Hippocampus memainkan peranan yang sangat signifikan dalam pembentukan memory faktual. Pada pengalaman keseharian, hippocampus adalah bagian yang membuat anda mengenali wajah teman anda, si Rudi. Sementara amygdala yang menambahkan unsur emosi atas memori tersebut; betapa anda membenci si Rudi. Peranan amygdala, yang menambahkan unsur emosional pada memori tertentu, membuat memori tersebut lebih tahan lama. Itulah sebabnya mengapa pengalaman yang emosional mudah diingat.

Otak ternyata memiliki dua sistem memori, memori faktual dan memori emosional. Memori faktual berkenaan dengan informasi yang tidak memicu munculnya emosi tertentu pada diri individu, sebatas dry facts. Misalnya informasi mengenai hari Soempah Pemoeda, tanggal 28 Oktober 1928. Adapun memori emosional sangat berkenaan dengan informasi yang dapat memicu munculnya (kembali) emosi tertentu yang dulu pernah anda alami.

Kelemahan dari sistem memori emosional terletak pada buruknya sense of time. Informasi yang dimunculkan sering kali sudah terlalu lampau (tidak up-to date), dengan membawa pengalaman masa lalu seolah terjadi saat sekarang. Ketika terjadi suatu pengalaman, katakanlah misalnya saat ini, amgdala memindai keseluruhan pengalaman tersebut untuk kemudian membandingkannya secara asosiatif derngan padanannya di masa lampau. Ketika terdapat satu elemen dari pengalaman saat ini yang serupa dengan satu elemen dari pengalaman masa lalu, secara otomatis amygdala mengidentifikasi seolah kedua pengalaman tersebut identik. Hal ini menjelaskan mekanisme kerja emosional anchoring/anchor. Artinya ketika individu mendapati satu komponen pengalaman masa lalu pada masa sekarang, maka hal itu akan memicu amygdala untuk secara asosiatif memunculkan kembali seluruh pengalaman masa lampau. Dan inilah pula yang menjelaskan mengapa anda bisa menangis atau marah-marah saat ketika melewati suatu jalan tertentu. Karena ternyata jalan itu adalah salah satu komponen dari pengalaman anda di masa lalu. Orang lain yang tidak mengetahui mengenai hal ini, wajar saja jika menganggap anda gila.

Dalam mengaplikasikan Human Change Technology pada banyak klien, saya sering kali mendapatkan banyak pelajaran berharga. Sering kali saya bertanya mengapa suatu duka/taruma di masa (sangat) lampau (masa anak-anak), dapat terbawa hingga dewasa. Ternyata secara anatomi, pada manusia, amygdala lebih cepat berkembang dibandingkan neo cortex. Hal itu menjelaskan mengapa berbagai kejadian emosional di tahun-tahun pertama dari seorang individu, bisa sangat berkesan. Pada usia yang sangat dini, seorang individu bisa sangat rentan terhadap berbagai kondisi emosional. Sehingga penting pendampingan dari orang tua untuk mencegah munculnya trauma ataupun phobia pada anaknya di kemudian hari saat dewasa.

Pembajakan emosi

Pada manusia umumnya sangat dimungkinkan terjadi pembajakan emosi. Anda mungkin pernah tiba-tiba sangat marah pada hal yang sangat sepele. Ketika anda memikirkan hal itu, saat tidak lagi emosional, anda menyesal dan bertanya, ?Kenapa saya marah akan hal itu?? Pada saat itu sebenarnya apa yang terjadi?

Pembajakan emosi dapat terjadi sedikitnya melalui dua mekanisme. Mekanisme pertama adalah sesuatu memicu amygdala sehingga terjadi kegagalan untuk mengaktifkan neo cortex. Sementara mekanisme kedua melalui pengambilalihan zone neo cortical yang disebabkan oleh alasan emosional. Dengan kata lain, pada kondisi ini pemikiran rasional ditindih oleh emosi.

Otak manusia juga dilengkapi dengan mekanisme saklar emosi. Fungsi ini ada pada left prefrontal lobes. Bagian ini dapat dianalogikan sebagai thermostat neural, yang berfungsi mengatur emosi yang tidak diinginkan. Sementara left prefrontal lobesmengatur/mengendalikan, right prefrontal lobes, merupakan tempat emosi negatif. Pada individu yang mengalami kerusakan left prefrontal lobes, setiap saat selalu khawatir. Sebaliknya pada pasien yang mengalami kerusakan pada right prefrontal lobessetiap saat selalu ceria. Left prefrontal lobesdapat meminimalkan kebanyakan emosi negatif kecuali yang sangat signifikan. Singkatnya, amygdala yang memicu emosi, prefrontal lobes yang menghentikan.

Manusia memiliki working memory, sehingga ia dapat mengetahui berbagai hal yang berkenaan dengan aktifitas yang sedang dilakukannya. Mekanisme kerja working memory dikendalikan oleh prefrontal cortex. Arsitektur sirkuit yang menghubungkan otak limbik ke prefrontal lobe, memungkinkan terjadinya pembajakan informasi oleh emosi, yang mengakibatkan terganggunya kerja working memory. Itulah sebabnya mengapa saat marah, anda seolah tidak dapat berpikir secara rasional. Saya sempat menjelaskan hal ini pada seorang Kepala Sekolah yang akan mengeluarkan seorang siswanya. Saat siswanya emosi, ia bisa tidak mengerjakan ulangannya bahkan berlaku kasar pada gurunya. Syukurnya…si Kepala Sekolahnya tidak (mau) mengerti, dan siswa tersebut tetap dikeluarkan dari sekolah.

Sehingga apa yang perlu dilakukan

Semua uraian di atas sebenarnya hanya ingin menjelaskan betapa besar pengaruh emosi pada pencapaian seorang individu, utamanya pada proses pembelajaran. Namun sayangnya pengarahan, pelatihan atau pun pendidikan berkenaan dengan manajemen emosi masih sangat minim. Seolah sekolah lebih mementingkan agar siswa mendapatkan nilai matermatika yang bagus dibandingkan apakah ia masih bisa hidup seminggu kemudian. Saya sama sekali tidak mengenyampingkan pentingnya fungsi intelektual, hanya saja agar hasil pembelajaran dapat lebih optimal perlu juga diimbangi dengan kemampuan menajemen emosi. Bukankah emosi yang membuat seorang bergerak, emotion (energy in motion).

Semuanya telah menyadari betapa banyak kerugian yang telah disebabkan oleh minimnya kemampuan manajemen emosi seorang individu, namun semua langkah yang mengarah pada hal tersebut masih sangat minim dilakukan. Semoga artikel kali ini dapat lebih menjelaskan betapa pentingnya penyelarasan antara “kepala” dengan “hati”.

 

Anatomi Emosi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to top